
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian.
SumberNusantara, PENAJAM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menekankan pentingnya penempatan sektor kebudayaan sebagai bagian prioritas dalam pembangunan daerah.
Seruan ini disampaikan menyusul pemangkasan durasi Festival Nondoi yang tahun ini hanya akan digelar selama tiga hari akibat keterbatasan anggaran.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian, menjelaskan bahwa Festival Nondoi secara tradisional dilaksanakan antara tiga hingga tujuh hari. Namun, keterbatasan pendanaan membuat penyelenggaraan tahun ini harus disesuaikan.
“Tahun ini diproyeksikan hanya tiga hari, jauh lebih singkat dibanding pelaksanaan sebelumnya, dan ini menyesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah,” ucap Christian, Minggu (27/7/2025).
Ia menyoroti rendahnya perhatian terhadap sektor kebudayaan di PPU, terutama dari sisi penganggaran. Menurutnya, alokasi untuk kebudayaan bahkan belum mencapai satu persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Christian membandingkan hal itu dengan daerah lain seperti Kalimantan Barat, yang meskipun memiliki APBD lebih kecil, mampu memprioritaskan sektor budaya secara signifikan.
“Di Kalbar, alokasi untuk kebudayaan bisa mencapai 10 persen dari APBD mereka. Komitmen itu sangat terlihat dalam program-program mereka,” ujarnya.
Ia juga menyinggung kunjungannya ke Pontianak, di mana dalam satu bulan dapat berlangsung hingga tiga festival budaya besar, seperti Pekan Kampung, Pekan Gawai Dayak, dan Festival Tionghoa.
Menurutnya, berbagai kegiatan tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam merawat keberagaman budaya.
“Kebudayaan bukan hanya soal seremoni. Ini menyentuh aspek pembentukan karakter dan identitas masyarakat. Pembangunan manusia semestinya tidak bisa dilepaskan dari pembangunan kebudayaan,” ujarnya.
Christian menambahkan, pemimpin daerah yang memiliki latar belakang seni atau pemahaman multikultural biasanya lebih sensitif terhadap kebutuhan pengembangan sektor nonfisik seperti budaya.
Hal itu, menurutnya, menjadi faktor penting dalam mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada pelestarian nilai-nilai lokal. Ia berharap ke depan akan ada perubahan kebijakan yang lebih mendukung pelestarian dan pengembangan budaya di PPU.
“Kalau ada kemauan politik yang kuat, sangat mungkin kita mengejar ketertinggalan. Budaya adalah fondasi penting dari pembangunan berkelanjutan,” tutupnya. (Adv)