
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian.
SumberNuusantara, PENAJAM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah memfokuskan agenda kerja tahun ini pada pembaruan Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD).
Dokumen strategis ini berfungsi sebagai rujukan utama dalam penyusunan program dan arah kebijakan pembangunan kebudayaan lima tahun ke depan.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian, mengatakan bahwa pembaruan dokumen PPKD merupakan langkah penting untuk memastikan keberlanjutan pembangunan kebudayaan yang terarah dan berbasis data.
“PPKD menjadi acuan utama dalam perencanaan sektor kebudayaan. Semua program yang dirancang harus berpijak pada dokumen ini,” ujar Christian, Sabtu (26/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa penyusunan ulang dokumen tersebut merupakan bagian dari siklus evaluatif berkala, mengingat masa berlaku PPKD sebelumnya telah memasuki periode lima tahun. Disbudpar menargetkan pembenahan dokumen tersebut dapat diselesaikan pada akhir 2025.
“Ini merupakan siklus lima tahunan kedua. Sudah saatnya dilakukan pembaruan agar tetap relevan dengan dinamika kebudayaan lokal dan nasional,” ucapnya.
Selain penguatan dokumen perencanaan, Disbudpar PPU juga tetap melanjutkan pembinaan sumber daya manusia di bidang kebudayaan, salah satunya melalui keberlanjutan program Buta Budaya, yang ditujukan untuk meningkatkan literasi budaya di kalangan generasi muda.
Program ini tidak hanya memberikan edukasi mengenai budaya lokal dan nasional, tetapi juga mendorong peserta untuk menggagas kontribusi nyata dalam pelestarian budaya.
“Kami ingin peserta memiliki pemahaman mendalam mengenai kebudayaan nasional, budaya PPU, dan Kalimantan Timur secara keseluruhan,” jelas Christian.
Ia menambahkan, meskipun sejumlah daerah sempat menangguhkan pelaksanaan program karena penyesuaian anggaran nasional, PPU tetap membuka pendaftaran sembari menunggu penetapan jadwal dari pusat.
“Kami tetap menerima pendaftaran peserta sambil menunggu kepastian pelaksanaan teknisnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Christian menjelaskan bahwa peserta akan mengikuti proses seleksi berbasis pengetahuan dan keterampilan budaya, yang mencakup berbagai bidang seperti tari, seni sastra, teater, dan bahasa.
“Sedikitnya ada sepuluh indikator potensi budaya yang kami nilai, baik secara individu maupun kelompok,” tambahnya.
Program ini juga menuntut peserta untuk menyusun gagasan atau cultural proposal sebagai bentuk kontribusi intelektual dalam penguatan kebudayaan. Presentasi gagasan tersebut akan menjadi bagian penting dalam seleksi akhir.
“Melalui program ini, kami ingin membentuk generasi yang tidak hanya memahami budaya, tetapi juga memiliki kepedulian serta visi dalam pelestariannya. Karena pembangunan yang berkelanjutan mencakup dimensi karakter dan identitas masyarakat, bukan sekadar infrastruktur fisik,” pungkasnya. (Adv)