
Kepala Disdikpora PPU Andi Singkerru.
SumberNusantara, PENAJAM – Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Andi Singkerru, mengakui bahwa daerahnya masih mengalami kekurangan tenaga pendidik pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Saat ini, jumlah guru SD dan SMP di PPU tercatat lebih dari 2.500 orang, namun kebutuhan ideal belum sepenuhnya terpenuhi.
“Memang jumlah guru kita sekitar 2.500-an, tetapi masih ada kekurangan. Apalagi tahun ini banyak yang pensiun,” ucap Andi Singkerru, Senin (14/7/2025).
Berdasarkan data Disdikpora PPU, diperkirakan sebanyak 38 guru akan memasuki masa pensiun pada tahun 2025. Kekosongan akibat pensiun tersebut, kata Andi, perlu segera diisi agar tidak mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah.
Namun, upaya untuk mengisi kekosongan guru terhambat oleh keterbatasan aturan terkait rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Hal ini menyusul diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
“Secara aturan, pemerintah daerah tidak bisa secara langsung mengangkat tenaga kerja baru, termasuk guru honorer. Jika dilanggar, dapat dikenakan sanksi,” jelasnya.
Kondisi ini menyebabkan sejumlah sekolah mengalami beban kerja yang berlebihan. Jika hal ini terus dibiarkan, lanjut Andi, akan berdampak langsung pada kualitas pembelajaran.
Disdikpora PPU saat ini sedang mengkaji beberapa skema alternatif yang diterapkan di daerah lain, seperti sistem guru pengganti yang diberlakukan di Kabupaten Paser.
“Kami coba pelajari sistem guru pengganti itu agar bisa menjadi contoh dalam memenuhi kebutuhan guru yang masih kurang,” tambah Andi.
Ia juga mengungkapkan kekurangan guru ini tidak hanya terjadi di PPU, melainkan juga dialami hampir seluruh daerah di Indonesia. Dalam pertemuan nasional bidang pendidikan yang digelar di Ciputat, seluruh perwakilan daerah menyampaikan keluhan serupa.
“Di satu sisi ada aturan ketat yang melarang pengangkatan guru honorer, tetapi di sisi lain ada kebutuhan nyata di lapangan. Ini harus segera dicari solusinya,” pungkasnya. (Adv)