
Kepala Disdikpora PPU, Andi Singkerru.
SumberNusantara, PENAJAM – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menyebut kekurangan guru yang terjadi di sejumlah sekolah merupakan dampak dari kebijakan nasional yang membatasi pengangkatan tenaga pendidik baru, khususnya non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN).
Kepala Disdikpora PPU, Andi Singkerru menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk merekrut guru baru secara langsung karena terikat pada aturan yang melarang penambahan pegawai di luar skema resmi.
Larangan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Secara aturan, pemerintah daerah dilarang mengangkat tenaga kerja baru termasuk guru honorer. Hal ini diatur dalam Pasal 66 dan Pasal 96 PP Nomor 49 Tahun 2018. Jika dilanggar, ada sanksi administratif,” ujar Andi, Sabtu (12/7/2025).
Disdikpora mencatat, hingga pertengahan 2025, setidaknya 38 guru di wilayah PPU telah memasuki masa pensiun. Sementara itu, pengisian posisi kosong hanya dapat dilakukan melalui jalur PPPK yang prosesnya terbatas dan memerlukan waktu panjang.
“Formasi PPPK tidak selalu tersedia untuk semua sekolah. Dan meskipun ada, jumlahnya belum bisa menutupi kekurangan yang ada,” imbuhnya.
Andi menyebut kekurangan guru menyebabkan sejumlah sekolah harus membebani guru aktif dengan tanggung jawab tambahan. Banyak di antaranya yang harus merangkap mengajar di beberapa kelas sekaligus.
“Di daerah pelosok, satu guru bisa menangani hingga tiga kelas kosong. Ini jelas tidak ideal untuk proses belajar-mengajar. Saya pernah alami sendiri saat masih jadi guru di Brau,” tuturnya.
Menurut Andi, fenomena serupa juga terjadi di banyak daerah lain. Persoalan ini bahkan menjadi salah satu topik utama dalam rapat koordinasi kepala dinas pendidikan se-Indonesia.
“Kami sudah sampaikan kondisi ini ke kementerian. Tapi karena terkait regulasi nasional, tentu perlu waktu untuk evaluasi. Kami berharap pemerintah pusat bisa segera menyesuaikan kebijakan agar daerah punya ruang lebih fleksibel,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kebutuhan tenaga pendidik bersifat mendesak dan tidak bisa menunggu. Apabila kekosongan tidak segera diisi, dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas pendidikan secara menyeluruh.
“Pendidikan adalah layanan dasar. Kalau jumlah guru terus berkurang tanpa pengganti yang sepadan, maka dampaknya bukan hanya pada siswa, tapi juga pada mutu pendidikan jangka panjang,” ujarnya. (Adv)