
Kepala DLH PPU, Safwana.
SumberNusantara, PENAJAM – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus berupaya menambah jumlah sekolah berstatus Adiwiyata di PPU. Hal ini bertujuan untuk membangun lingkungan berkelanjutan yang dimulai dari sektor pendidikan.
Kepala DLH PPU, Safwana menyampaikan bahwa hingga saat ini terdapat 58 sekolah di PPU yang telah mengikuti program Adiwiyata, mulai dari jenjang kabupaten, provinsi, nasional, hingga mandiri.
Namun, jumlah tersebut dinilai masih bisa ditingkatkan melalui pendampingan dan penguatan kolaborasi lintas sektor.
“Upaya kita bukan hanya untuk menambah angka. Kami ingin memastikan bahwa setiap sekolah yang bergabung benar-benar siap secara sistem dan budaya untuk mengembangkan perilaku ramah lingkungan,” ucap Safwana, Sabtu (12/7/2025).
Program Adiwiyata merupakan kebijakan nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mendorong terciptanya sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.
Untuk bisa mengikuti program ini sekolah harus memenuhi sejumlah indikator penilaian, termasuk konservasi air dan energi, pengelolaan sampah, serta inovasi pengolahan limbah.
Menurut Safwana, kendala dalam menambah jumlah peserta Adiwiyata adalah kesiapan internal sekolah, mulai dari pembentukan tim penggerak, ketersediaan fasilitas, hingga komitmen manajemen sekolah.
“Inovasi itu yang penting. Misalnya, sekolah yang bisa mengolah minyak jelantah menjadi lilin atau membuat ATM (Amati Tiru Modifikasi) kompos, itu sangat menambah nilai,” terangnya.
Salah satu sekolah yang tengah dipersiapkan untuk naik tingkat adalah SMPN 5 Penajam, yang diusulkan untuk mengikuti penilaian Adiwiyata Mandiri pada tahun 2025. Namun, proses ke tingkat Mandiri tidak mudah, karena sekolah tidak hanya harus unggul secara internal, tetapi juga harus mampu membina sekolah lain.
“Menuju mandiri perlu proses panjang. Tapi kalau pendampingan berjalan maksimal, kami yakin akan bertambah jumlah sekolah Mandiri di PPU,” jelasnya.
DLH menggandeng kerja sama seperti Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan untuk meningkatkan pelatihan dan pendampingan. Safwana menyebut bahwa kolaborasi lintas sektor penting untuk mengatasi keterbatasan sumber daya di sekolah.
“Dengan dukungan lintas sektor, pendampingan bisa lebih merata dan berkelanjutan. Kami ingin memastikan program ini menyentuh tidak hanya sekolah negeri, tapi juga swasta dan madrasah,” ucapnya.
DLH menekankan bahwa tujuan akhir dari program ini adalah membentuk agen-agen perubahan lingkungan hidup di tingkat lokal, yang dimulai dari ruang-ruang sekolah.
“Kami ingin sekolah bukan hanya jadi tempat belajar akademik, tapi juga pusat pembentukan karakter cinta lingkungan,” pungkasnya. (Adv)