
Ketua DPRD PPU, Raup Muin.
SumberNusantara, PENAJAM — Warga Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yang merupakan korban terdampak pembakaran pada tahun 2019, mempertanyakan kejelasan status tempat tinggal mereka di lokasi relokasi yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Warga yang sebelumnya tinggal di kawasan Kelurahan Penajam tersebut mengungkapkan bahwa hingga kini mereka hanya memegang surat izin tinggal, tanpa adanya kejelasan lebih lanjut mengenai status hukum lahan maupun kepemilikan bangunan. Mereka berharap pemerintah dapat menerbitkan dokumen resmi, seperti Hak Guna Bangunan (HGB) atau sertifikat kepemilikan tanah, sebagai dasar hukum yang sah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD PPU, Raup Muin, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti permasalahan tersebut bersama jajaran legislatif, khususnya melalui komisi terkait.
“Kalau itu, kami belum menerima laporan secara detail sejauh mana status tempat tinggal warga di kejadian 2019. Tapi yang kami tahu, lahan relokasi memang sudah disiapkan oleh pemerintah,” ujar Raup, Sabtu (14/6/2025).
Ia menegaskan pentingnya kepastian hukum atas tempat tinggal warga untuk menghindari persoalan serupa yang pernah terjadi di kawasan Perumahan Korpri, di mana warga telah tinggal selama bertahun-tahun, namun tidak memiliki legalitas atas tanah yang mereka tempati.
“Jangan sampai kejadian seperti di Perumahan Korpri terulang. Orang sudah tinggal bertahun-tahun, tapi status tanahnya tidak jelas. Karena itu, kami akan mendorong komisi untuk segera melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama pemerintah daerah,” jelas Raup.
Menurutnya, status tanah relokasi tersebut hingga kini masih belum berubah menjadi aset resmi pemerintah daerah, sehingga belum memungkinkan diterbitkannya dokumen legal kepemilikan bagi warga.
“Itu termasuk kejadian force majeure, keadaan di luar kendali. Jadi warga diberikan tempat tinggal sementara. Namun, status lahannya sampai sekarang belum ada pengalihan resmi ke pemerintah,” paparnya.
Raup memastikan DPRD akan segera mendorong proses klarifikasi dan legalisasi tanah relokasi agar masyarakat terdampak tidak terus hidup dalam ketidakpastian. Ia juga menekankan pentingnya mempercepat koordinasi lintas lembaga untuk melindungi hak-hak warga.
“Kami tidak ingin persoalan yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat dibiarkan berlarut-larut. Ini akan segera kami bawa ke dalam pembahasan bersama pemerintah,” tutupnya.
Diketahui, kerusuhan yang terjadi di Penajam pada 2019 silam menyebabkan puluhan rumah warga rusak dan terbakar. Pemerintah kemudian melakukan relokasi bagi warga terdampak ke kawasan perumahan sementara. Namun, hingga kini status hukum atas lahan dan bangunan tersebut masih menjadi pertanyaan publik. (Adv)