
Anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Muhammad Bijak Ilhamdani.
SumberNusantara, PENAJAM – Anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Muhammad Bijak Ilhamdani menyoroti persoalan klasik dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di wilayah setempat.
Menurutnya, sejumlah keluhan dari masyarakat muncul setiap tahun ajaran baru akibat kurangnya sosialisasi serta ketidakjelasan teknis pelaksanaan sistem zonasi di lapangan.
“Zonasi pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik, tetapi pelaksanaannya sering kali menimbulkan polemik. Banyak masyarakat yang datang melapor, terutama di Sepaku, soal rumah yang dekat dengan sekolah tetapi anaknya tidak diterima karena faktor usia atau karena afirmasi tanpa dasar regulasi yang jelas,” ujar Bijak, Jumat (4/7/2025).
Ia mengungkapkan, beberapa laporan yang diterima bahkan menyebut adanya dugaan penyalahgunaan jalur afirmasi untuk kepentingan “titipan”, yang menyebabkan anak-anak dengan kriteria lebih layak justru tersingkir.
Bijak menilai Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) PPU harus lebih aktif turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan langsung terhadap situasi dan kebutuhan di masing-masing sekolah.
Ia menegaskan bahwa perlakuan dalam sistem zonasi tidak bisa disamaratakan di semua wilayah, terutama di daerah-daerah yang secara geografis memiliki keterbatasan akses ke sekolah.
“Ada sekolah yang letaknya jauh dari permukiman, ada juga yang lahan sekolahnya dihibahkan oleh warga sekitar. Seharusnya bisa dipertimbangkan kebijakan khusus dalam kasus-kasus seperti itu,” tegasnya.
Salah satu kasus yang baru-baru ini terjadi di SDN 014 Kelurahan Nipah-Nipah, Kecamatan Penajam, adalah seorang anak yang rumahnya sangat dekat dengan sekolah dan bahkan merupakan cucu dari pihak yang menghibahkan lahan sekolah tersebut, tersingkir dari proses penerimaan karena kalah selisih usia 1–2 hari.
“Ini ironis. Sudah rumahnya dekat, punya keterkaitan sejarah, tetapi tidak diterima hanya karena regulasi tidak memberikan ruang kebijakan khusus,” ujarnya.
Bijak juga mengkritik kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan kepada masyarakat mengenai mekanisme dan kriteria zonasi yang diterapkan setiap tahun. Ia menilai, ketidaktahuan masyarakat akan sistem penerimaan menyebabkan banyak kesalahpahaman yang seharusnya bisa dicegah sejak awal.
“Seharusnya disampaikan lebih dulu secara resmi ke desa-desa melalui kepala wilayah. Ini tidak dilakukan, masyarakat hanya menerka-nerka,” katanya.
Ia menyarankan agar ke depan Disdikpora PPU melakukan sosialisasi secara masif menjelang pembukaan tahun ajaran baru guna menghindari munculnya konflik atau ketidakpuasan.
Meski bukan merupakan anggota Komisi I yang membidangi pendidikan, Bijak mendorong agar DPRD melalui Komisi II segera memanggil Dinas Pendidikan untuk mendiskusikan kemungkinan penerapan kebijakan afirmasi atau pengecualian khusus selama masih dalam koridor aturan yang berlaku.
“Kalau memungkinkan dibuat kebijakan afirmasi yang tidak bertentangan dengan aturan, itu bisa menjadi solusi. Jangan sampai semuanya diatur secara kaku tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan lokasi tempat tinggal warga,” pungkasnya. (Adv)